Kuceritakan
padamu setoreh kisah tentang seorang wanita berparas sayu. Wanitaku yang
kutakzimkan mengisi beberapa lembar kanvas putih kehidupan di mana tetes demi
tetes cat minyak tergolek begitu indah di atasnya. Beberapa detik basah,
setelahnya mengental, mengering, dan jadilah satu corak yang kalian sebut
sebagai kenangan. Kuingat beberapa tatapan kosong mustikanya seakan bercerita
tentang bagaimana belai air mata selalu tercurah deras di setiap senja. Semakin
pekat, semakin kau mengerti bagaimana hangusnya sang lentera pagi, lentera yang
kau utus sebagai tujuan hidupmu kala lampau hilang tak berbekas ditelan
hitamnya pelangi.
Sekali
ketika senja telah berubah pagi, wanitaku tersenyum hambar, tak menoreh rasa
hingga tak menjamin bahagia ada dalam benaknya. Barangkali wanitaku juga lupa
tentang bagaimana menghidupkan sebuah senyuman, memberikan nyawa agar semua
tertarik pada pesonamu hingga tak sadar kalaulah kau yang diburu. Kau mengedipkan
mata perlahan, bulu serta alismu yang sempurna berpadan menentukan tujuan serta
arahnya berganti. Dari sini kau terlihat sempurna, meski tetap sayu dalam
tatapan serta naungan.
Wanitaku
becermin membentuk bayangan Ibu. Aku melihat sketsa seorang perempuan tangguh
dalam potretmu, wajah Ibu. Bukankah Ibu bagi anak lelaki adalah gladiresik
kriteria calon isterinya nanti? Bukankah Ibu juga penentu siapa anak perempuan
yang akan ditemui? Sementara ronamu telah terpatri wajah Ibu di dalamnya hingga
kujamah tampak kian nyata. Denting bibirmu terbuka perlahan, mengisyaratkan
beberapa kata keindahan, tutur yang jelas bak permata semakin menambah
gemericik getar dalam rasa. Aku terpesona.
Seberapa
sayunya wajah atau seutuhnya hambar senyumanmu takkan menggoyahkan sejengkal
pendirian. Hari ini aku berjanji bersama seluruh anggota jiwa akan tetap di
sini, menantimu, bukan indah ragamu, tapi potret kasih sayang Ibu yang terpatri
indah dalam rona hatimu. Kau pasti mengerti, karena aku telah mengeja perasaan
ini dengan mudah dan sederhana. Semudah mencintai, sesederhana mengasihi, dalam
kenyataan ini, bersamamu, Wanitaku.
(IPM)
Bandung,
Maret 2012
#Ilustrasi diunduh dari sini