Suatu ketika, kau memiliki satu biji
mangga.
Namun, kau tak mempunyai tanah yang
cukup untuk menanamnya. Lantas, kau semai biji itu di tanah lapang dekat rumah.
Kau pun tekun menyirami, memupuk,
serta memberi kasih sayang yang cukup kepada biji mangga itu.
Hari berganti minggu. Bulan berganti
tahun.
Biji itu kemudian tumbuh menjadi
pohon mangga yang teduh, yang sejuk, yang berbuah lebat.
Manis daging buahnya terasa, bahkan
sebelum ia benar-benar matang.
Kau menunggunya hingga ranum, dengan
membungkusnya. Entah kertas koran atau plastik hitam kaupakai, dengan alibi agar
buah itu tidak dijamah lain perangai.
"Sepertinya, buah mangga itu
sudah siap kupetik," katamu sembari menyiapkan diri menuju pohon itu.
Kau pun datang memakai pakaian
terbaikmu, sembari menggengam gunting guna memotong tangkai buahnya.
Harapmu melayang, terbang.
Saat kau sampai, buah mangga
idamanmu tiada, hanya bersisa pohonnya yang kosong.
Dan kau kembali mengangkat kecewa,
tanpa satu mangga tergenggam nyata.
Oh, sungguh seperti itulah Cinta.
Tak bisa kau menunggunya hingga
benar-benar siap kaupetik. Perlu proses yang senantiasa membesarkan bibit-bibit
mungil hingga pantas kaugenggam erat bersama.
Ketika kau biarkan dia menganggunkan
dirinya sendiri, Cinta akan lari. Mencari pasangannya yang lain, atau juga
pasangan itu datang menjemput Cinta.
Lantas, kau yang kembali dengan
membawa kesuksesanmu tiada menemui Cinta yang kau idamkan menghiasi
lekuk-lekukmu.
Kau merasa sangat kecewa.
Tapi tenanglah, Cinta tak ke mana, ia
hanya berpindah, karena ia sungguh tahu mana kekasih yang benar-benar sempurna
memperlakukannya.
#Ilustrasi diunduh dari sini