Berlampau waktu yang lalu kau lahir ke
dunia. Lewat rahim ibumu dengan segenap izin-Nya. Bertahun tinggal, kau mulai
tumbuh menjadi seorang wanita dewasa. Hari demi hari terlewati, minggu berganti
bulan, serta bulan menyambut bergantinya tahun.
Tepat hari ini kau termenung.
Sepertinya kau juga menyimpan murung. Aih, bukankah hari ini kau berulang
tahun? Bukankah saat ini seharusnya kau tersenyum? Lantas, diam ialah bahasa
teragungmu.
Aku telah mengerti sedikit banyak
hitam dan merah takdirmu. Takdir yang kau urai lewat cerita-cerita singkat khas
seorang wanita. Dengan tergesa, dengan sesenggukan, atau sesekali dengan
berhias tawa. Kau berkisah tentang ini-itu yang kautakzimkan pernah mengisi
lembaran hidupmu. Tentang Pangeran Hujan, tentang Pangeran Kuda Besi, serta
yang lain. Namun, sungguhlah mereka yang menjadikanmu dewasa.
Apa
maksudmu? Kau
bertanya, tanda tak mengerti. Tapi aku tak akan menjelaskan seluruh misteri.
Cukuplah itu semua menjadi tugasmu. Dengan setiap desah napas, kau berusaha
mencari jawabnya. Namun, hingga saat ini belum juga kautemui alibi akannya. Kau
bimbang mencari, kuterka kau juga lelah mengarti.
Kau
tahu apakah makna memperingati hari kelahiran? Apakah kau juga tahu mengapa
pula manusia semarak merayakan?
Jawabnya satu: mereka tak ingin merelakan
kenangan. Lantas, mereka mengundang seluruh teman untuk berpesta pora
merangkai kenangan. Ada senyum-senyum tipis yang terpatri, ada tawa-tawa renyah
yang melekat rapi, ada tangis-tangis haru yang membasahi pipi, juga ada potret
kenanganmu yang ingin sekali kauingat di lain waktu.
Angan, atau juga kenangan terkadang
mengundang bahagia atau juga sempurna nestapa. Namun, kau bisa memilih salah
satu di antara keduanya. Sebab bahagia atau nestapa sungguh hanya soal di mana
kau memilih sudut memandangnya. Setiap momen adalah indah, dan setiap peristiwa
ialah luka. Tinggal bagaimana kau memilah keduanya. Sekarang, kau mengerti apa
itu arti kenangan. Kulihat, kini kau sedikit bimbang.
Sudahlah, kau bisa memilikirkan semuanya
di lain waktu. Sekarang bangunlah, buka matamu perlahan, ambil air mukamu yang
sekiranya kaulelapkan bersama kerutan malam. Kenakan kain penutup mata itu
serta baju ungu yang kausiapkan sedari dulu. Tepat ketika lilin-lilin
dinyalakan, sebait sungging senyuman tulus kautampakkan. Kau tiup api lilin-lilin
itu, sembari mengucap berlarik doa. Doa yang hanya disaksi oleh Tuhan serta
kau. Inilah wajah sembilan Desember, wajah bahagia milik seorang wanita.
Semoga
dengan bertambahnya usia, bertambah pula keberkahannya. Dan semoga lain waktu,
aku masih bisa menyalakan lilin-lilin ini karenamu.
Selamat Ulang Tahun !!!
Bandung,
Desember 2012
#Ilustrasi diunduh dari sini