Kisah beberapa hari lalu sepertinya
telah usang. Namun, kau masih tersenyum akannya. Barangkali, cerita memang
terlahir setiap hari. Jikalau memerhati, boleh jadi dia memagut konsentrasimu
untuk berfokus kepadanya. Tetapi, banyak manusia tiada mengingat satu demi satu
peristiwa. Hilang. Lupa. Tak berbekas. Sebelum memoriku tumpah, kularikkan
bait-bait ini agar kau senantiasa mengingatnya.
Siang tadi kau menyapa, selaksa ada
yang terlengkapi di tengah sepi pertengahan Februari. Tegur dan cengkrama
menjadi awal dari sebuah percakapan. Melewati sesi tanya kabar, mengerjakan hal
apakah di sana, serta cuaca mendung yang membangkitkan sisi-sisi bijaksana. Oh,
segalanya terjadi hanya sepenggalah waktu, bagiku, entah bagimu.
Kemudian, topik kubelokkan ke arah
pengertian sebuah nama. Kau, sungguh kuterka memiliki asma yang luar biasa
indah. Tiada yang tahu apa maksud dari tiga suku kata itu, kecuali kau,
keluarga, serta Tuhanmu. Namun, bolehkah kau membagi makna yang terkandung di
dalamnya kepadaku? Mungkin saja setelahnya, aku bersedia memahatmu ke dalam bait
sebuah cerita.
Kau tersenyum tanda mengiyakan.
Barangkali, kau juga tersipu, jikalau namamu ternyata lebih sempurna bila dibandingkan
dengan malam, yang kau agungkan melebihi secantik-cantiknya terang. Lalu,
pelan-pelan kau mulai mendongeng tentang arti sebaris namamu. Dan aku,
menyaksimu sembari merangkaikan mimpi.
Anis, ujarmu ialah berarti teman sejati. Kawan
yang mana akan tetap tinggal, meski pahit senantiasa diretas. Sahabat yang
selalu mengingatkan akan pijakan-pijakan tanah agar kau tiada terjatuh akannya.
Serta seseorang, yang akan menguakkan keburukanmu kepadamu, tak lain agar kau
memperbaiki semua dan menjelma insan sempurna. Oh, sebenarnya, aku kurang
mengerti dari mana asma itu berarti. Namun, kau hanya menangkapnya dari
kakakmu, yang pada ganjil hari memberitahu.
Lalu, Balqis, pungkasmu merupakan nama seorang ratu yang cantik jelita.
Atau dalam bingkai asmamu, ia berdalih wanita sempurna berhiaskan wajah
rupawan. Yang mengalihkan pandangan lelaki hingga merunduk menahan diri. Yang
mengingatkan sesiapa akan bagaimana kuasa Illahi. Kau tahu, langit malam sesungguhnya
gemar melukis setiap rona milik wanita hingga kian menghitam. Namun, tidak
teruntukmu, sebab di malam yang lain, aku masih bisa membekas rautmu berpendar,
melebihi beningnya embun pada pagi yang menyanjung.
Suku penghujung, Nursaumi, dalam roman-roman timur mengandung esensi cahaya pada
bulan Ramadhan. Sinar di mana menerangkan yang gelap, serta menyilaukan yang
gemerlap. Kelak, di bulan itu segala nafsu dunia dibelengguh oleh janji-janji
Tuhan akan kenikmatan setelahnya. Yang taat menyanggupi, yang khianat
mengingkari. Oh, bukankah Tuhanmu sangat pedih akan segala adzab-Nya? Maka,
mengapa sesiapa masih gemar berpaling dari-Nya? Tiada yang mengerti, selain
nurani mereka sendiri. Yang pasti, pada Ramadhan dua puluh tahun silam,
keluargamu tersenyum, mengelus bayi perempuannya, yang menangis mencari-cari
perlindungan dunia.
Maka, tuntas sudah aku berkisah
tentang makna namamu. Jikalau kau sibuk dan tak ada waktu, kau tinggal membaca
pada bagian akhirnya saja. Sebab, aku akan memahat arti asmamu lengkap di sana:
wanita secantik ratu yang lahir di tengah
cahaya bulan Ramadhan. Itulah kamu, Anis
Balqis Nursaumi, teman wanitaku.
(IPM)
Bandung,
Februari 2013
#Ilustrasi diunduh dari sini