Revi...
Apa
yang kau mau di hari ulang tahunmu?
Sebingkis
hadiahkah?
Sebuah
lilin merah yang terbakarkah?
Senyum
berbondong temankah?
Atau,
malah kesendirian?
Pernahkah kau berpikir untuk
menutup senyum dan suka di hari terbaikmu? Kelak, kau akan diam. Merenung.
Memurung. Dan kau mulai menyilangkan tanganmu di dada. Sambil berdehem, sambil mendesah.
Sejenak, kau membuka layar
potret wajahmu terdahulu. Sejak gigi geligimu baru tumbuh, sampai rambutmu genap
sebahu, sampai kau hibahkan kain penutup mata sebagai perangaimu utuh di kepala,
sampai kau berujar bahwa kau telah dewasa, dan sampai hari ini. Lihatlah, itu
kau, Revi! Kau, dulu, kini, dan barangkali nanti. Waktu berlalu begitu cepat,
bukan?
Tentu, air matamu tak khayal
akan jatuh. Meski pelan. Walau tak beralasan. Namun tenanglah, kau masih seorang
insan, wanita peragu yang bersiap menganggunkan diri untuk kehidupan. Jalanmu,
memang masih panjang. Kau masih bisa mengulang salah sekali lagi. Atau dua kali
lagi. Atau tiga dan seterusnya. Tetapi, kau sungguh takkan melakukannya. Sebab,
tak ada yang selugu itu dalam berlaku, tak terkecuali kamu.
Sendiri, membuatmu sanggup
berbicara ke dalam. Menujum kelam. Sendirian. Tanpa teman, yang terkadang hanya
berperan menenggelamkan. Lebih dalam. Hingga kau tak terasa berada pada
pangkalnya. Gelap, bukan? Lalu, kau mencari lilin, juga api, juga tempat sampah.
Mengapa? Oh, tidakkah lilin yang tengah terbakar, hanya akan menghuni tempat
sampah, setelah tiupan napas dari Sang Ratu Sehari? Lilin yang padam itu, akan
dicabut dari muka kue tart-mu, tanpa
ragu, dilemparnya ia ke plastik pembuangan. Tak ada yang memerhati. Tiada yang
mencegahnya pergi.
Lalu, tidakkah kau, aku, dan
semua di dunia ini hanya selaksa lilin tadi? Bersinar sebentar, menunggu ditiup
oleh pengutus dari-Nya, dan ditinggalkan sendirian berteman sepi dan perbuatan.
Kelak, apabila lilin tadi cukup baik perawakan nilainya, seseorang akan
mengangkatnya lagi, dinyalakan untuk kedua kali, dan abadi. Oh, itulah surga.
Dan lilin yang tak cakap, hanya akan berteman sunyi dan sampah lainnya,
menunggu dibuang ke tempat yang lebih hina. Oh, itulah derita.
Maka, Revi, semoga lilinmu
-yang kau punya- kian bercahaya. Jikalau mau, kuperbolehkan kau meniupnya
pelan. Hingga ia redup. Hingga ia kembali terang. Benderang. Dan membakar segala
kenangmu akan cerita-cerita kelam.
Saat kau merengkuh lilin
terbaikmu, serta tak lagi mau kau melepasnya. Ingatlah, setahun nanti, masih
ada lilin-lilin lagi, yang mau-tak-mau harus kau miliki.
Selamat ulang tahun, Revi!
(IPM)
Surabaya, Agustus 2013
#Pelunasan hutang kado
cerpen untuk ultah Revi 17 Juni lalu. Maaf terlambat. Tapi janji, pasti akan berusaha
ditepati. Walau sampai hari ini. TTD Tukang Cerita#