Aku hanya membaca.
Lalu, aku ragu dan mengeja.
Sebenarnya, apa benar yang dilihatnya
adalah aku?
Yang utuh, yang sederhana, tanpa
topeng atau pemoles luka.
Aku sejenak berhenti.
Untuk singgah pada laman seorang putri.
Berkacamata. Bertudung corak bunga.
Kata-kata pun tumpah, membawa puji
dalam rinai sunyi.
“Maaf. Aku belum terlalu mengenalmu.
Aku hanya hadir, dalam imaji nun semu. Aku ada, atau pula masih fatamorgana...” katamu, terbata.
Tak mengapa.
Bukankah ‘tanda tanya’ seringkali
terlihat lebih indah?