Aku tengah membicarakan Mika, teman semasa putih abu-abu yang kini telah tumbuh dewasa. Darah seni mengalir indah dalam raganya, mewujud kreativitas yang tiada batas. Apabila berujar tentang Mika, tentu tak jauh-jauh dari buah stroberi, secangkir kopi, serta anak-anak.
Entahlah, kurasa setahun terlampau
cukup untuk mengubah wajah seseorang. Dari tegas dan tegap, menjadi keibuan.
Dari yang lurus, menjadi nyaman dan luwes diajak berdiskusi. Oh, semua bisa
saja terjadi. Bahkan, dari Mika, aku belajar banyak hal. Salah satunya ialah
menemukan apa yang disebut passion.
Mika kutahu sangat menyukai stroberi. Tentu dia jatuh cinta pula dengan buah asam berbintik hitam itu. Segala hal dibalut rapi, dari sampul buku, pernik meja belajar, hingga motif gorden kamarnya. Itulah yang dikerjakan Mika ketika menyukai sesuatu. Selalu mendekatkan diri dengan hal beraliran sama.
Mika kutahu sangat menyukai stroberi. Tentu dia jatuh cinta pula dengan buah asam berbintik hitam itu. Segala hal dibalut rapi, dari sampul buku, pernik meja belajar, hingga motif gorden kamarnya. Itulah yang dikerjakan Mika ketika menyukai sesuatu. Selalu mendekatkan diri dengan hal beraliran sama.
‘Mainan’ favorit Mika yang lain ialah
anak-anak. Tak habis pikir aku akan apa yang Mika kerjakan. Begitu bersemangat
dia saat bertemu dengan wajah-wajah kenes berumur hitungan jari. Baik bocah
lelaki, atau pun perempuan, diajari Mika dengan sarat kesabaran. Mereka belajar
matematika, bahasa, mengaji, juga norma-norma baik sebagai bekal kala menginjak
remaja nanti.
Aih,
anak-anak itu pasti tumbuh menjadi pribadi baik, sanjungku.
Apapun yang dikerjakan sungguh-sungguh
pastilah akan menuai hasil. Dan, setiap kesungguhan sudah tentu diawali dengan
niat yang terpuji. Mika membuktikan itu. Segala hal mengenai anak-anak dia pelajari.
Total. Tak setengah-setengah. Kalau tak percaya, sila saja bersambang ke laman
pribadinya. Kau, akan disuguhi bagaimana menariknya dunia anak-anak.
“Jikalau
ingin belajar tentang bagaimana menjadi optimis, belajarlah pada anak-anak...”
Itu potongan kalimat, yang selalu
kuingat, selalu kupegang kala beban hidup terlampau berat. Banyak dari kita
terlalu pesimis mengenai nasib. Namun, anak-anak senantiasa memiliki apa yang
disebut ‘rasa optimis’.
Coba kita tanya pada seorang anak
mengenai cita-citanya di masa depan. Tentu anak itu akan menjawab ingin jadi
seorang dokter. Atau, anak lain ingin menjadi presiden. Atau, untuk anak super
optimis, akan menjawab ingin jadi astronaut.
Sudah
mengerti maksudku?
Namun, coba kita tanya ke diri sendiri tentang apa cita-citamu kini. Pastilah,
jawaban seadanya muncul. Ingin jadi
pegawai, ingin kerja di bank, ingin buka toko, dan frasa sederhana lainnya.
Rasa optimis itu pudar, berganti pikiran realistis.
Akan tetapi, isi kepala anak-anak
berbeda. Penuh rasa optimis, sarat kejutan tak terduga. Dan, Ibu Kepala
Sekolah, panggilan Mika kini, pasti telah paham betul perihalnya.
Mika telah menemukan passion-nya. Bagaimana dengan kita?
––