Noor tidak menyangka akan
seperti ini jadinya. Bayang wajah terdahulu masih saja menggantung menggoda.
Tatap itu meminta, sembari merayu untuk selalu diberi perhatian. Awalnya
sebentar, akan tetapi, semakin hari, sorot matanya terus saja bergelayut membebani
pandang. Noor tak berdaya menahan.
“Past is a nice place to visit,
but certainly not a good place to stay,” katanya. Namun, tindakan Noor sama
sekali tak mencerminkan hal itu. Dia masih terngiang memoria indah saat lampau.
Lelaki beralis tebal, berhidung mancung, dan sebaya, berkuasa dalam alam
pikirannya. Dia tak tahu bagaimana cara melepaskan, seperti yang dilakukan
lelakinya.
***
Noor menyebut lelaki itu:
Senja. Tentu bukan nama sebenarnya, sebab hingga kini, Noor ingin sekali melupa.
Berusaha keras dia menghapus laras namanya, atau melakukan cara lain untuk
berkelit dengan mengganti asma merupa Senja.
Senja pernah mengajari Noor
bagaimana melempar sapa ketika sorot pagi membangunkan. Senja pula yang memberi
Noor pelajaran mengenai berbagi kasih di antara dua insan. Masih tentang Senja,
dengan lihai, menawan hati Noor agar tak dapat lagi berpindah haluan. Noor
belum siap, hingga saat keduanya tak bertemu, Noor meraba-raba sosok Senja yang
begitu saja menguap.
Cerita tentang Senja bukanlah
perihal lembar kemarin sore. Minggu depan, tepat empat puluh bulan Senja tak
kembali. Namun, dalam hati terdalam, yang hanya Noor kuasa membolak-balikkan, masih menanti Senja berpulang.
Aku tak mengerti bagaimana bisa
seseorang sebegitu lamanya tak sanggup menggantikan posisi kehilangan. Seperti
tak ada sosok lain yang lebih baik di luar sana. Atau, justru bukannya tidak
ada. Akan tetapi, Noor sendiri yang mencipta sekat-sekat agar tak menemukan
seseorang lain. Hati Noor untuk Senja. Ironisnya, Senja tak mengatakan hal yang
sama.
***
Senja itu lelaki. Dan, Noor
harus tahu bahwa lelaki itu mencintai ketidakpastian. Segala yang pasti tentu
tak menarik lagi. Untuk itu, Senja pergi.
Noor itu wanita. Dan, Senja
harus tahu bahwa wanita itu mencintai kepastian. Segala yang tak pasti tentu
tak menarik lagi. Untuk itu, aku meminta Noor di sini, bersamaku, mencoba
melupakan sosok Senja yang telah lama pergi.
(IPM)
Bandung,
Maret 2014