“Tinggi seorang lelaki adalah ditambah dengan janjinya,” tercetak di halaman sekian pada buku kepribadian. Aku kira, ada benarnya juga kalimat itu.
Salah satu janji terlama yang
baru bisa kutepati adalah ini: menulismu. Bahkan, tak seperti barang biasanya,
jemariku sukar sekali menari dengan sesuka di atas tuts alfabet. Entah mengapa.
Entah ada yang salah, atau bagaimana.
Yang kutahu, kamu suka melempar
kata-kata berlarik sastra. Hanya itu. Tak kulebihkan. Juga tak kukurangkan. Maaf jikalau aku apa adanya.
Dengan bahan sesedikit itu,
lantas aku harus mengguratmu dalam berbait kalimat yang panjang, yang bersajak,
serta yang akan membuatmu tersenyum kala membacanya. Oh, betapa itu susah.