Salah
seorang temanku tengah asyik berdiskusi, atau lebih tepatnya ngerumpi. Topiknya menarik: apa sih isi kepala seorang perempuan? Kalau
anak kedokteran ya bakal dijawab: otak, syaraf neuron, bla-bla-bla. Tapi, ini bukan anak FK yang bicara.
Hmm, tema yang cukup renyah di
antara minggu kelima kuliah di kampus gajah, batinku
sambil nyengir sendiri.
Alih-alih
mendengarkan secara seksama dan hati-hati (baca: nguping), aku sempat menotulensikan obrolan mereka dalam otak, yang
sekarang akan kalian baca ini. Kalau ada kurangnya, mohon dimaafkan. Biasa,
persoalan keterbatasan pendengaran dan ingatan.
“Hampir tiga per empat isi kepala
perempuan itu pertanyaan,” katanya.
Apa iya?
Mendengar
obrolan mereka, sontak aku jadi teringat momen-momen setiap akhir semester
waktu masa-masa SMA. Ya, sekitar 3 sampai 4 tahun yang lalu, saat ngambil rapor lebih tepatnya. Kebayang kan umur yang nulis berapa
sekarang?
Nah,
akan ada saatnya kamu terus-menerus nanya
“jam berapa” ke nyokap/mama/emak/ibu (tergantung panggilan kesukaanmu apa).
Paling simple sih, “Ma, ini udah jam
berapa? Ayo berangkat, nanti telat ambil rapornya.”
.
.
Dengan
santai, dan terkesan tidak menghirau, Mama kamu akan menjawab, “Sebentar lagi.
Oh ya, gimana, Mama mending pakai baju yang ini? Atau yang ini? Atau yang itu?
Menurut kamu gimana?”
Kalau
diulik lagi secara detil. Kamu ini nanya
satu hal, eh dijawabnya dengan
pertanyaan lagi, 4 kali lipat lebih banyak pula.
Sebentar,
jangan buru-buru dibenarkan dulu pernyataan di atas tadi. Barusan kan contohnya aku ambil dari perempuan
yang sudah dewasa (baca: ibu-ibu). Lalu,
apa akan beda kalau dibandingin sama perempuan yang masih ABG atau menuju
dewasa?
Jawabnya
mantap dan tanpa ragu: sama sekali tidak
berbeda.
Aku
ceritain ya. Pernah nih suatu waktu
aku nganter seorang perempuan belanja
di toko baju. Kata dia saat di jalan sih
bakal cepet, karena sudah kebayang akan beli model apa dan gimana-gimananya.
Tapi, realita di lapangan memang sangat dinamis dan berbeda.
Hampir
tiap toko dimasuki. Mulai dari department
store merk SUN (nama di-Inggris-kan), distro, hingga toko-toko yang namanya
asing. Mungkin juga baru buka lapak kemarin. Dan, di tiap tempat pasti akan
muncul sebuah pertanyaan dari bibirnya, “Sayang, aku pilih yang mana ya? Yang ini
bagus. Tapi yang ini lucu. Bingung nih aku.”
Lelaki
yang males ribet dan pengen cepet paling akan bilang, “Ya
udah, ambil aja dua-duanya,” sambil menghela napas panjang.
Nah,
saat perempuan lagi bingung-bimbang dan banyak nanya kayak gini, jangan justru kamu jutekin atau anggurin. Jangan! Sebenarnya, perempuan itu sudah
punya satu pilihan di dalam hatinya. Hanya saja, mereka itu butuh yang namanya diyakinkan.
Catat! Diyakinkan.
Sebab,
paling sukar bagi perempuan untuk mengambil sebuah keputusan. Mereka akan
menimbang, menimbang, dan menimbang lagi. Puncaknya, mereka bahkan tidak jadi
mengambil keputusan.
Cobalah
sekali-sekali mereka kamu beri pertimbangan. Misalnya, “Sayang, kalau kamu
pilih yang ini begini-begini-begini. Lalu, kalau kamu pilih yang itu
begitu-begitu-begitu. Sekarang, kamu lebih condong ke yang mana?”
Biarkan
dia memutuskan sesuai kehendaknya. Dengan begitu, secara tidak langsung kamu
memberikan kebebasan kepada perempuanmu. Tidak
ada manusia yang mau dipilihkan, bukan?
Mungkin
sudah kodratnya bagi lelaki diberi kelebihan nalar dan logika oleh Tuhan. Jika
dipakai dengan benar dan sesuai SOP, harusnya seorang lelaki bisa menjadi
‘jawaban’ di antara segala ‘pertanyaan’ dari perempuannya.
Dan,
tidak ada kalimat paling romantis yang keluar dari mulut seorang perempuan
ketika lelakinya mampu menyelesaikan persoalannya selain, “Terima kasih telah menjadi
‘karena’ di setiap ‘mengapa’ dalam hari-hariku.”
Well,
jadi lelaki itu harus merupa ‘jawaban’, bukan malah balik melontarkan
‘pertanyaan’. Bukan begitu para
perempuan?
Ini
yang nulis seorang lelaki lho, jadi
ya kalau salah dan sesat boleh bingits
dibenarkan di kolom komentar. Terima kasih!
(IPM)
Bandung, September 2014
___
Apabila
ada masukan, atau minta pendapat mengenai tulisanmu, sila hubungi penulis di
akun twitter: @idhampm atau e-mail: idham.mahatma@gmail.com