Memilih
seseorang untuk dijatuhcintai dengan sepenuh hati tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Rasa suka, atau juga cinta itu sangatlah random. Tak pasti. Berjalan sesuai naluriahnya.
Ada
seseorang di sekitarmu, yang bahkan dia sudah terlalu baik kepadamu, tapi tak
pernah tuh kamu lirik dia sebagai
calon kekasih idaman. Malahan, dia
yang acuh dan tak peduli kepadamu, justru dengan segenap upaya ingin kamu
jadikan merupa pasangan.
Aneh, ya?
Yang baik disia-siakan. Namun, yang kurang baik justru diperjuangkan.
Terlepas
seberapa kompleks-nya masalah jatuh cinta, yang pasti kamu menikmatinya. Kamu
tentu masih hapal bagaimana debar jantung yang begitu kencang saat bercakap
berdua dengannya untuk pertama kali. Bagaimana pula ekspresimu ketika dengan
bimbang memilih kata-kata sembari mengungkapkan rasa. Serta, bagaimana senangnya
kamu sewaktu jawaban “Iya, aku mau jadi kekasihmu” terlontar indah dari
bibirnya.
Semuanya indah, bukan? Lalu, mengapa
kamu justru sering menyembunyikan perasaan?
Anak
sekarang mengenal istilah kode-kodean.
Ya, semacam tindakan berani-tak-berani untuk menutupi perasaan padahal ngarep banget dianya bisa tahu. Nah,
tapi di lapangan, biasanya yang dikodein
justru adem ayem bin cuek bebek aja. Entah tidak tahu, atau
pura-pura tidak tahu.
Hmm,
penulis sudah melakukan riset kecil-kecilan
nih, dan... inilah beberapa alasan mengapa seseorang lebih memilih nyembunyiin perasaan ketimbang mengungkapkan. Sok atuh disimak!
1. Gengsi
Kata
ini sangat mujarab untuk jadi alibi para ‘penyembunyi perasaan’. Saat mereka
ditanya, “Kenapa sih gak kamu ungkapin aja ke dia?” Pasti dengan segera mereka
akan membalas, “Kan gengsi, masa sih perempuan yang harus mulai duluan.”
Beberapa
orang menganggap perempuan memiliki kadar gengsi lebih tinggi daripada lelaki.
Namun, opini tersebut justru salah. Lelakilah yang rasa gengsinya lebih segede gaban dibanding perempuan.
Nih
ya, aku kasih contoh. Suatu saat kekasihnya tetiba menerima pesan dari
laki-laki lain, dan obrolannya sudah berada di luar topik kuliah atau hobi,
pasti seorang laki-laki akan cemburu. Hanya saja mereka pura-pura tidak peduli,
seolah-olah masa bodoh.
Padahal,
jauh di dalam hatinya dia berpikir macam-macam. Dan, sewaktu perempuannya bertanya,
“Kamu cemburu, ya?” Hmm, namanya juga gengsi, pasti dengan lantang lelakinya
akan bilang, “Enggak kok, biasa aja,” padahal itu bullsh*t banget, biar terkesan cool
saja.
Cemburu
itu tanda jikalau dia penting bagimu. Jadi, mengapa tak kamu tunjukkan padanya?
Ini yang nulis lelaki juga lho, jadi bisa
jadi referensi.
2. Mustahil Menggapai Dia
Ceritanya,
kamu itu biasa saja. Cakep tidak, populer tidak, pintar banget juga tidak.
Standar lah pokoknya. Namun, hatimu (yang tidak pandang bulu itu) justru
memilih dia yang ‘WAH’ untuk dijatuhcintai.
WAH
di sini berarti amat jauh berbeda denganmu. Dia, bersinar terang di atas sana
dengan segala kelebihannya. Entah cakep, populer, dan mungkin juga teramat
pintar. Sedangkan kamu, merasa kerdil dibandingkan dengannya. Saat tak sengaja
harus bercakap dengan dia saja, kamu minder bukan main.
Lantas,
kamu pun memilih untuk bungkam dalam diam. Bukan tidak lagi mencintainya, tapi
menutupi rasamu untuk menyatakan suka padanya. Itu sakitnya di sini lho! Nusuk banget!
Sekarang
pertanyaannya, apakah dengan diam lantas suatu saat dia akan jadi balik suka ke
kamu? Coba dijawab sendiri.
Lalu,
kamu harus melakukan apa? Ya, singkat saja sarannya: memantaskan diri. Mana mungkin dia akan menoleh kepadamu jikalau
kamu tidak bersinar juga. Cinta itu tidak
buta, Bro-Sist! Cinta tahu mana yang pantas untuk dijatuhcintai.
Bukankah wanita baik hanya untuk
lelaki baik, dan sebaliknya? Jadi, perjuangkan!
Yang dapatnya susah biasanya lebih bertahan lama.
3. Takut Dia Malah Menjauh
Memang
susah sih kalau ketemu kasus jatuh
cinta sama teman sendiri yang sudah deket
banget. Kalau dia sedang sedih ceritanya ke kamu. Kalau dia lagi seneng
berbaginya juga ke kamu. Jalan bareng, makan bareng, tapi tanpa status.
Dia
sih enjoyed aja, merasa ada satu
sosok yang bisa nemenin dia ngejalanin hari tanpa embel-embel berantem atau apa. Tapi... kamunya itu lho yang mengharap lebih.
Bawaannya
serba salah. Mau jujur bilang suka takut dia malah menjauh, eh mau diam saja dianya cuma nganggep sebatas teman. Namun, tidak ada
solusi terbaik selain angkat bicara. Ada ilmunya untuk bisa berkomunikasi
dengan baik. Kalau niatmu baik, ya mudah-mudahan dia mengerti.
Terus...
kalau dia menjauh, ya coba didekatin
lagi. Batu saja bisa berlubang apabila ditetesi air secara terus-menerus,
apalagi hati?
4. Ternyata Dia Sudah
Dimiliki Orang Lain
Mendingan
cari yang lain saja lah. Jangan cari penyakit. Mencintai orang yang sudah
memiliki kekasih akan menjadikanmu rentan galau. Dikit-dikit mikirin dia, dikit-dikit
inget dia, tapi dikit-dikit juga
sadar bahwa dia sudah dimiliki orang lain.
Sedih level dewa, gak tuh?
Namun,
tak sedikit yang keukeuh terus
menunggu sampai dia putus sama kekasihnya untuk kemudian kamu pedekate-in. Pertanyaannya, mau nunggu sampai kapan? Kalau mereka justru
putusnya untuk jadi manten bukan mantan gimana? Apa gak aus tuh hati disuruh terus-terusan menanti?
Well,
cari yang masih oprec atau available. Kalau pun ada yang sudah taken, tapi masih abu-abu, juga boleh
dicoba. Namun, jangan jatuh cinta ke orang yang sudah fixed tak bisa diganggu lagi. Cuma bikin sakit hati.
___
Itu tadi beberapa alasan mengapa seseorang memilih untuk menyembunyikan perasaan. Oh, bukan berarti mereka tidak punya nyali atau tidak berani. Sama sekali bukan. Mereka hanya menimbang dan bimbang bilamana mengungkapkan.
Simpulannya,
hati itu selalu tak bisa kompromi jikalau sudah menjatuhkan pilihan. Amat
sangat random. Tapi, itulah seni
untuk hidup. Kalau hanya datar, takkan ada memoria untuk diingat lagi nantinya.
Di
akhir posting ini yuk sama-sama
berdoa: semoga para ‘penyembunyi perasaan’ sanggup mengungkapkan rasanya kepada
orang yang tepat. Aamiin.
Kalau
ada tambahan ‘alasan’ ya monggo dipersilakan. Terima kasih, semoga bermanfaat.
Salam.
(IPM)
Bandung, Februari 2015 (revisi)
__
Apabila
ada masukan, atau minta pendapat mengenai tulisanmu, sila hubungi penulis di
akun twitter: @idhampm atau e-mail: idham.mahatma@gmail.com