Kalau
masa putih abu-abu sudah terlalu ‘biasa’ untuk dibicarakan, mari sejenak kita
menoleh lebih dalam. Yuk sebentar
saja berbalik ke belasan tahun lalu, tepatnya di jaman putih-merah, alias waktu
Sekolah Dasar (SD).
Kala
itu, sepertinya tak banyak kenangan yang tersimpan. Masing-masing dari kita
masih ‘polos’, belum ‘terwarnai’ oleh hal macam-macam. Sebelum jam 7 pagi sudah
bersiap di kelas tanpa ada rasa malas, menyiapkan PR di malam hari, serta tak
ada kata ‘bosan’ dalam 6 tahun menjalani.
Kembali
ke masa SD, aku justru teringat cuplikan salah satu dialog di film 5 cm. Begini
bunyinya:
Dosen : Kamu SD berapa tahun?
Igor
Saykoji : Enam tahun, Pak.
Dosen : Kalau kamu selesaikan kuliah juga dalam
waktu enam tahun, berarti kamu sama kayak anak SD.
*jleb *jleb *superjleb
Back to topic,
ada perbedaan signifikan antara anak SD jaman sekarang dengan dahulu. Hmm, simple-nya, dulu mah anak SD suka bangga kalau punya sepatu yang bisa nyala merk Pro-ATT, tas yang bisa digeret ke sana ke mari layaknya koper, atau
tumpukan tazos dari jajanan chiki-chikian. Namun, hal itu sudah
tidak ‘booming’ lagi. Anak SD
sekarang akan terlihat kece kalau
bawa ipad, iphone, tablet, dan
segala gadget canggih lainnya.
Miris, kan? Jaman sudah berubah, Bung!
Mainan
mereka saat istirahat pun juga sudah jauh berganti. Mungkin, yang SD-nya di
tengah kota cosmopolitan atau metropolitan, amat jarang ditemukan yang kalau
jam istirahat tiba mereka berlarian rebutan
main benteng-bentengan, pinpong, engklek,
atau gobak sodor (go back to door).
Yang
gak tahu mainan apa itu, sini aku
beri deskripsi singkat:
Benteng-bentengan
Kalau
main ini yang teringat hanya satu: rusuh! Saat main, pasti ada aja yang
teriak-teriak, minta tolong dibebaskan saat jadi sandera di benteng lawan,
dan... paling benci saat ada teriakan: Benteng! Bisa numbuhin sportivitas,
kelantangan bersuara, dan kebersamaan.
Main Pingpong
Sampai-sampai
gak pulang gegara main pingpong. Lupa belajar, istirahat isinya cuma nunggu waiting list. Jadi jawara main pingpong
bagi anak SD adalah keren. Padahal kalau sekarang... itu mah STANDART, alias
BIYASA.
Engklek
Lompat-lompat
mirip ‘pocong’ tapi dengan satu kaki. Biasanya digambar pakai kapur dulu untuk
lintasannya. Keseruan main ini mah pas
ada teman yang jatuh atau lompatnya failed.
Pasti ketawanya gak ketulungan. Benefit: anak SD yang suka main engklek
dijamin punya keseimbangan tubuh yang oke. Meskipun gak seberapa ngaruh juga untuk kehidupan ke depannya.
Gobak Sodor
Coba
googling dengan keyword: go back to door
kalau ingin tahu itu mainnya gimana. Susah menjelaskan, lebih mudah melakukan. *alibi malas nulis*
“Ah,
main kayak gitu bisa bikin keringetan. Ga asik ah,” kata mereka.
Anak
SD jaman sekarang akan lebih sering nangkring
di pojokan. Lagi-lagi cuma buka gadget
buat main game online di Facebook, LINE, atau yang sudah ter-installed
di iOS/android/windows-phone mereka. Ya,
mungkin itu sebabnya anak SD jaman sekarang banyak yang mager. Lha, jam
istirahatnya habis buat nongkrong doang sih,
gak gerak.
Namun,
ada beberapa hal yang tidak berubah dan masih terus dilakukan oleh anak-anak SD
hingga sekarang. Apa itu? Coba disimak!
Olok-olokan Nama Ortu
Entah
siapa penemunya, aku kurang tahu. Mungkin dulu ada anak dari pegawai Tata Usaha
(TU) yang pegang seluruh nama wali murid punya dendam sama seorang temannya,
lalu dia mengolok nama orang tua anak tersebut. Karena anak SD terkenal latah,
maka semua ikut-ikutan dan jadilah... trending
topic world wide area SD.
Aku
pikir cuma di jamanku saja tradisi ini ada. Akan tetapi, di jaman adikku hal
tersebut masih exist dan semakin
canggih mengoloknya. Tidak hanya di kelas, di group FB, LINE, WA, semua medsos pun penuh dengan bully-an olok-olokan nama ortu khas anak
SD. Salut untuk para pengkadernya, sebab penurunan nilainya maksimal.
Kejujuran Anak SD
Anak
SD itu jujur, apalagi yang laki. Mereka tidak sembarang pilih anak perempuan
untuk dijahilin sampai nangis. Jahilnya itu ya mulai dari nyembunyiin barang-barangnya,
dijambak rambutnya kalau lagi dikepang dua, sampai diledekin atau apa.
Misalnya: halo, gendut!
Namun,
di dalam kejahilan itu semua, terdapat fakta mengejutkan. Apa itu? Berdasarkan survei,
anak lelaki SD yang jahil tadi, cuma ngejahilin anak perempuan yang dia suka.
Mereka
begitu jujur dan langsung, tanpa kode-kodean
seperti kita sekarang. Kalau suka, ya ditunjukkan rasa sukanya, meski dengan ngejahilin sampai nangis. Kalau kita
sekarang, kalau suka, kok malah
diam-diam saja, giliran kasih kode, eh
yang dikode gak nangkep sama sekali.
Jadilah kode-zone.
Well,
bulan puasa kemarin, teman-teman SD-ku menggelar reuni akbar. Cukup sukses,
karena dari 120-an orang yang diundang, 80-an hadir di tempat. Mereka yang dulu
unyu-unyu capricorn sekarang sudah
tumbuh jadi dewasa.
Saking
bermacam-macamnya, sampai aku kategorikan. Ada yang kategori mengejar studi
dulu baru bekerja, ada pula yang sebaliknya, sudah bisa menghasilkan uang dari memeras
keringat. Tapi, itu masih mainstream.
Sebab, beberapa teman SD-ku dulu, kini sudah ada yang menggendong buah hati
hasil pernikahan mereka. Beh,
buru-buru amat ya, gak sabar.
Mungkin,
beberapa poin di atas akan mengantarkan kamu kembali bernostalgia ke jaman
putih-merah. Finally, penulis tidak
bisa memasukkan semua konten yang berhubungan. Apabila ada tambahan, silakan
mengisi jejak di kolom komentar. Terima kasih!
(IPM)
Bandung, Oktober 2014