Seseorang yang tengah jatuh cinta
itu sederhana...
Malam
tadi dia mungkin tengah menyaksi televisi. Atau, dia sedang asyik
membolak-balikkan buku karya penulis muda yang dikagumi. Sembari memakan
camilan, entah roti atau sekadar jajanan murah pinggir jalan, dia menikmati
waktu redupnya langit dengan penuh kesyukuran.
Halaman
buku itu masih menyisakan banyak lembaran. Ya, dia baru saja memulainya. Sebab,
beberapa minggu lalu, aku amat tahu jikalau harinya terlampau padat. Bahkan,
nyaris tanpa spasi. Oh ya, aku tahu bukan dari bibirnya, bukan dari pesan singkatnya
juga kala mengabarkan, melainkan aku hanya menebak. Dan, tebakan itu benar
adanya saat aku menanyakan kabarnya malam tadi.
“Halo,
bagaimana kabarmu? Kapan balik ke Kota L?” tanyaku, yang akhirnya memilih
mengirim kalimat itu sebab bimbang memulai dari mana.
Entahlah,
selalu seperti ini kala aku bertatap dengannya. Aku yang dominan, mendadak mati
gaya. Aku yang ingin menguasai pembicaraan, tetiba saja diam serta bungkam. Aku
yang akan memilih topik untuk dibahas, sesaat menjadi mengalir seperti air.
Aku
kehilangan diriku saat di dekatnya.
Dan,
dia tentu akan berpura tidak tahu, atau memang tidak tahu jikalau aku
menganggapnya spesial. Berbeda. Tak seperti yang lain. Tidak disamakan dengan
yang lain.
Dia
akan membalas setiap tanyaku dengan jawaban khasnya: singkat, banyak salah eja,
dan terkadang arahnya entah ke mana. Namun... aneh sekali, aku selalu memaklumi.
Inikah yang dimaksud menerima? Inikah
yang disebut memahami?
Obrolan
singkat lewat medsos tadi hanya berlangsung singkat. Aku yang mengakhirinya,
bukan dia. Bukan karena aku bosan, tidak, tidak sama sekali. Mana mungkin
berbincang dengan orang yang ditunggu-tunggu akan meruak menjemukan. Hanya
saja, aku tak mau mengganggu waktunya menikmati malam. Maka, segera kuucapkan
kalimat pengakhiran.
“Semoga
sukses ya, selamat malam...” tutupku.
Akan
tetapi, aku masih tidak beranjak dari menatap layar telpon selular. Aku masih
mengharapkan sesuatu kembali terjadi. Barang 30 detik, semenit, bahkan dua
menit, layar itu kian gelap tak menunjukkan tanda-tanda.
“Ah,
sudahlah. Mungkin dia memang tengah menikmati harinya,” sergahku, dengan
perasaan kecewa.
Ting-tong!
“Iya,
aamiin, selamat malam juga,”
balasnya.
Kalimat
itu pendek, terlampau singkat. Namun, aku teramat menunggu, sembari
berharap-harap respon ‘selamat malam juga’ darinya. Saat pesan itu sampai,
seketika lega seluruh rasaku, dan... tanpa disadari senyumku mengembang tak
kenal waktu.
Terima
kasih, kamu.
Seseorang yang tengah jatuh cinta
itu sederhana. Cukup menerima balasan ‘selamat malam’ darinya saja, ia langsung
berbahagia.
(IPM)
Bandung, Desember 2014