Masih
pagi. Masih fresh untuk memikirkan
hari ini ingin mem-posting tentang
apa. Lama banget aku nyari bahan: quotes orang terkenal,
cerpen khayalan, kisah di balik sebuah lagu, atau... perihal pasangan hidup,
untuk mengisi laman blog ini.
Dan,
eureka!!! Aku kepikiran satu topik yang lumayan happening dan spesial di-request
oleh seseorang kemarin malam: pasangan
hidup. Hmm, pagi-pagi sudah berat
saja obrolannya. Belum sarapan juga padahal.
Well,
aku akan bahas mengenai kecocokan. Oh,
ya, tulisan berikut ini tidak murni pemikiran pribadi, tetapi melibatkan
beberapa materi, baik dari buku yang pernah kubaca, atau video inspiratif,
film, lirik lagu, yang tentu berhubungan. Jadi, jangan nganggep yang nulis ini bijak. Biasa saja, kok, newbie malah.
Seorang
rekan pernah nanya nih satu waktu, “Apa
bisa bahagia kalau tidak cocok, Dham?” Bentar-bentar, mikir dulu. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus se-frame mengenai apa itu pembentuk
kebahagiaan. Kalau tidak, bahasannya bisa melenceng jauh.
Pembentuk
kebahagiaan itu: kegembiraan, dalam kedamaian, yang penuh kesyukuran, kata MTGW ini mah, aku hanya me-recall dari otak. Namun, kalau dipikirin
benar juga ya kalimat itu. Dan, apabila dirunut ke topik kita, ada benang merahnya
pula di dalamnya. Let’s break it down one
by one!
Okay,
aku mulai. Apa sih tanda kecocokan itu?
Jawabnya singkat, bahagia. Sementara
kebahagiaan tadi punya definisi: kegembiraan, kedamaian, dan kesyukuran. Jadi,
kalau kamu merasa cocok atau bahasa gaulnya ‘klop’ dengan pasangan kamu,
berarti kamu akan selalu gembira, merasa damai, dan penuh syukur.
Maksudnya?
Kalem, akan diperjelas satu-satu kok.
1. Gembira
Iya,
sederhananya gini deh, tiap ketemu sama dia bawaanmu selalu seneng. Entah itu ketawa lepas mendengar
ocehan dia yang berbau humor, atau justru optimis saat dia bercerita mengenai
masa depannya. “Aku pengen jadi CEO di usia 38,” misalnya. Kamu pun menimpali
dengan antusias, “Semoga ya bisa tercapai. Aamiin.” Hmm, enggak pernah tuh
sehabis ngobrol sama dia kamu jadi lemes, galau, atau pesimis. He/she always make you being positive.
Nah,
kalau ceritanya beda, pasca-ketemu dia tuh, mood
kamu selalu drop. Kadang malah terjun
bebas, dari ceria, jadi enggak karuan.
Dari ramah ke orang lain, jadinya tertutup dan menarik diri. Dari inclusive, berubah jadi exclusive. Jika udah gitu, 100% artinya
kalian tidak cocok. Simple, kan?
2. Merasa Damai
Dua
orang yang sudah ‘klop’ itu pasti ngerasa damai. Semacam ada ‘feeling home’ saat berada di dekatnya.
Entah aman, entah nyaman. Susah menjelaskan makna damai. Ya, semacam adem ayem,
tanpa keributan dan percekcokan.
Tentu
akan kontras kalau keduanya tidak cocok. Everyday
is hell. Tiap hari ada saja yang diperdebatkan. Kalau debat tidak cukup,
kalian justru akan berantem. Yang lelaki kadang tidak mau mengalah, dan yang wanita
mempertahankan gengsinya. Beh, mana bisa
damai? Mana bisa bahagia atuh? Nah, kalau kalian berdua memang cocok, akan
mudah bagi kalian untuk menemukan kegembiraan. Jadi, kalau pun berantem, akan cepat
baik lagi.
“Kita
ini berantem buat pisah, atau agar lebih baik mengerti satu sama lain?”
tanyanya setiap kali kalian berselisih paham. Udah, kalau ada lelaki yang seperti itu, berarti dia amat sangat
suami-able. Langsung kenalin ke ortu dah.
Tiga. Penuh Syukur
Paling
gampang melihat kedua pasangan penuh rasa syukur tuh dalam percakapannya selalu
ada, “Untung ada kamu ya...”, atau, “Beruntung tadi ada kamu, kalau tidak aku
pasti bla-bla-bla...” Iya, kedua ekspresi barusan adalah tanda adanya rasa
syukur di antara kalian.
Kamu,
dan dia, akan selalu berterima kasih telah dipertemukan. Hal ini semakin hari,
semakin membuat kalian pandai berbagi tugas dan bekerja sama. Kalau yang satu
kurang semangat, yang satu nyemangatin. Kalau yang satu lagi enggak enak badan,
yang satu nengokin ke kosan. Yak, serta contoh lainnya.
Kalau
enggak cocok, paling-paling kalimat ini yang muncul, “Tahu gitu mah
bla-bla-bla....”, atau, “Apa sih kamu, nyebelin banget!”, dan umpatan lain yang
bikin tidak bersyukur. Sudah kelihatan kan bedanya?
Cocok
itu kalau diibaratin mirip ‘botol dan tutupnya’, layaknya ‘gembok dan kunci’,
atau seperti ‘malam minggu, lalu tidak hujan’. Pas banget gitu!
Yak,
mau beres nih postingannya, tapi ada satu lagi pertanyaan, “Tapi kan dia bisa
berubah?” Iya, jawabannya bisa.
Pasangan yang sudah tidak cocok
saat masih pacaran, akan berubah jadi lebih tidak cocok setelah menikah.
Ya iyalah, pacaran itu kan masa yang tidak logis. Beda lho sama setelah
pernikahan, yang sangat logis, yang tiap hari harus mikirin biaya, cicilan
rumah, bea anak sekolah, uang listrik bulanan, dsb. Nah, kalau di masa yang
tidak logis aja sudah tidak cocok, apalagi nanti saat sudah berkeluarga. Pasti
ribut tiap hari dah.
Jadi
anjurannya, kalau tidak cocok ya jangan
diteruskan. Sebab, lebih baik mana,
disimpulkan tidak cocok sekarang lalu pisah, atau justru nanti, waktu sudah jalan
lama tapi akhirnya berakhir juga? Coba dijawab.
Hidup
ini sederhana, sering aku ngomong ini ke kamu. Kalau baik, membahagiakan. Kalau
tidak baik, ya menyedihkan. Kalau selama ini banyaknya yang menyedihkan, bisa
bahagia enggak hidupmu sekarang?
Yak,
ini faktanya, tidak ada kebahagiaan bagi
mereka yang tidak cocok.
Posting
barusan tidak bermaksud menggurui, hanya ingin berbagi. Toh, tidak ada yang
sepenuhnya benar dalam diri penulis. Masih kepala dua, belum banyak makan
asam-garam pula. Namun, semoga bisa memberikan manfaat.
Terima
kasih. Salam hangat.
(IPM)
*)
I’m the man of my words ya. Topik yang kamu minta, sudah kubuatkan sesegera.
Bandung, Januari 2015