Mau bahas apa hari ini?
Yak, segala macem request kalian
sepertinya sudah aku lunasi. Namun, kalau ada yang terlupa dan terlewat, ya
mohon diingatkan. Maklum, hanya manusia, bukan dewa.
Okay,
penulis entah mengapa pengen memposting perihal salah satu film Indonesia yang
nyeritain tentang kisah cinta remaja. Tenang, ini beneran film, bukan FTV. Judulnya apa? Iyap, Cinta dalam Kardus,
punya Raditya Dika.
Kenapa film ini menarik?
Hmm,
sebenarnya bukan box office atau apa,
hanya saja unik apabila ditilik lebih lanjut. Ceritanya dikemas simple, bergaya anak muda kekinian,
meski tanpa A-lister castings, tapi...
tetap menitipkan value.
Dari
beragam adegan dalam film tersebut, aku masih saja ingat dan terbayang kalimat
ini. Iya, kalimat yang diucapin Miko sebagai kesimpulan saat menutup stand up comedy-nya, sebuah adegan di
bagian ending.
Gimana bunyinya?
Ini dia aku notulensikan.
Kata orang, hanya Tuhan dan
supirnya yang tahu kapan bajaj akan belok. Masih seperti itulah apa yang aku
rasakan soal pacaran, hanya Tuhan dan pasangan kita yang tahu kapan hubungan
kita akan berubah arah. Tapi yang bisa kita lakukan bukannya menunggu dengan
ketakutan, yang bisa kita lakukan adalah memegang tangan pasangan kita, tumbuh
bersama guncangan di dalamnya, dan turun berdua ketika sama-sama sampai di
tujuan.
___
Coba
dibaca perlahan, ada benarnya juga ya potongan dialog di atas. Kalau kamu
tengah memiliki kekasih, dan jalan kalian berliku, ya jangan nyerah. Apapun yang susah biasanya bertahan lama,
kan? Hmm, that’s the point.
Kalau
kekasihmu ragu-ragu, ya diyakinkan. Bila kekasihmu mencurigaimu berbuat sesuatu
di belakangnya, ya tunjukkan. Jika kekasihmu amat sangat mencintaimu, ya cintai
balik dia sebagaimana mestinya.
Segalanya akan sederhana apabila
benar itu cinta.
Dan,
ketika berdua telah sampai pada satu tujuan, ya turunlah bersama-sama. Semoga
pengakhiran itu adalah awalan yang terindah.
Apa itu?
Tanganmu,
mendekap tangan orang tuanya, berjanji di depan Sang Pencipta. Menikah.
(IPM)
Bandung, Januari 2015