Cukup kangen. Itulah frasa yang ngegambarin perasaan penulis ketika
lama engga nge-posting artikel di
laman ini. Setelah sok sibuk dengan tugas akhir sarjana, akhirnya ada jeda
juga. Oh ya, beberapa waktu lalu penulis janji nih sama salah satu rekan kuliah
kalau mau nulis kisahnya di sketsastra.
“Ntar nih ya, kalau urang udah kelar seminar,
urang tulis dah kisah lu di blog. Serius,” kata penulis waktu itu ke dia.
.
.
Dan, alhamdulillah, seminar tugas akhir pun sudah terlewati
seminggu lalu. Nah, kini saatnya melunasi janji. Biar engga dikata suka ingkar. Hehe.
____
Well, tema malam ini tentang.... Long Distance Relationship
(LDR), spesial pakai telor buat nona berbehel rangkap dua terkonjugasi dan
kacamata tebal yang lagi nunggu seseorang pulang. Hehe, kok mirip Betty La Fea ya deskripsinya, bercanda.
Sebenarnya,
apa sih yang salah dari LDR?
Hmm, jawabnya engga ada.
Sah-sah saja kok kalau kamu pengen mencoba ‘style’ berhubungan yang baru. Baca: LDR. Yang engga sering ketemu.
Yang kalau malem minggu dateng, nangkringnya malah di depan laptop nunggu dia online. Yang kalau tetiba dia engga ada
kabar kamunya langsung merupa FBI atau orang paling posesif sedunia. Yang kalau
kangen cuma bisa dilampiaskan dengan, “Ihh, aku kangen kamu tauk, ayo
ketemuan!!!” Dan balesannya dia kadang singkat, “Kalem ya, Sayang, ntar kalau
ada cuti, aku ke sana, nemuin kamu.”
Kamu pun hanya bisa berdoa setelah itu, “Tuhan, semoga
bos dia memberinya cuti selama-lamanya. Aamiin.” Itu mah bukan cuti atuh, tapi resign. Hehe.
Gimana? Sanggup
menjalani yang seperti ini?
Kalau engga, coba lambaikan tangan di depan kamera
sambil bilang, “Nyerah, Mas, nyerah, saya milih yang Short Distance Relationship saja. Kalau bisa yang rumahnya
hadep-hadepan sama rumah saya, biar kalau kuota habis masih bisa tatap muka.”
Namun, pernah
engga sih kamu terpikirkan bagaimana ajaibnya sebuah pasangan LDR sanggup
bertemu dan akhirnya jadian?
Ya, perkara ‘bertemu’ itu memang kecocokan hati
dan rahasia Illahi. Ada lho yang sekelas, tiap hari bertegur sapa, saling
minjem catatan, belajar bareng, sampai nganterin pulang, eh pada akhirnya
hatinya ‘engga bertemu’. Hanya sebatas teman. Sedih.
Tapi, ada juga lho yang ketemunya barangkali cuma
sekali, itu pun udah lama, terus lihat akun dia di Facebook, tekan tombol friend
request, approving, nge-chat sampai pagi, dirasa nyambung, dan
jadian. Sesederhana itu. Bahagia.
Memang ya, jarak, yang biasanya identik dengan
LDR, itu adalah relatif. Bisa aja yang pacarannya beda pulau, yang satu di Jawa
dan yang satu di Papua, tetapi hatinya terasa dekat. Dan, always, selalu ada pula yang tangannya kemana-mana gandengan, tapi ternyata
oh ternyata hatinya berjauhan.
Ketemu, eh malah engga ngobrol, main hape
sendiri-sendiri. Ketemu, eh malah berantem, adu gulat. Ketemu, eh malah diskusi
tugas besar. Ketemu, eh malah ngomong, “Aku pengen bicara sesuatu ke kamu.”
Pacarnya ngejawab, “Apa?” Lalu, petir di siang bolong pun menggelegar,
“Kayaknya aku ngerasa bosan dengan semuanya. Kita break dulu ya, Sayang.”
Kata ‘break’
di sini maknanya bukan istirahat. Ini ‘break’
yang terselubung, untuk lebih menghaluskan kalimat nyelekit bin taklid, “Kita
putus ya.”
Beh, tenang, Sob, kalau kamu LDR-an mah engga ada
momen enek atau bosan satu sama lain
seperti barusan. Ya iya toh, lha wong
jarang ketemu (logat Jawanya keluar). Yang ada justru kamu punya segudang,
atau dua gudang, atau se-alun-alun kota Bandung topik pembicaraan yang ingin
disampaikan.
“Hmm, gimana ya mulainya. Aku pengen cerita
baaaaaanyaaaakkk banget ke kamu.”
“Udah, mulai aja. Telingaku buat kamu hari ini,”
balas dia. Kamu pun langsung melting,
langsung speechless, langsung engga
jadi cerita.
LDR bakal ngajarin kamu banyak hal, kata Dara Prayoga. Jarak ngajarin kamu
bersabar, ngajarin kamu merelakan ego, ngajarin kamu ngehargai waktu bertemu
yang singkat dan jarang, dan... lebih lanjut ngajarin kamu saling percaya.
Bagaimana
engga? Secara fisik, kamu
engga ngeliat lho apa yang dilakukannya sekarang di sana. Bisa aja sewaktu kamu
WA, “Sayang, lagi apa?” Terus dia jawabnya, “Lagi nemenin Mama,” eh, nyatanya dia
lagi jalan nemenin anak cewe kenalannya Mama. Kan bisa aja.
Atau, kamu nge-LINE, “Sayang, lagi di mana?” Lalu
dia bales, “Lagi di rumah,” eh, realitanya dia lagi di rumah gebetan barunya,
asik ngapel malem minggu. Kan kamu engga tahu.
Jadi sarannya, mending kalau nanya pakai
embel-embel gini. Misal, kamu lagi nanya, “Sayang, lagi ngapain sekarang?” Dia lalu
bales, “Lagi nguras sumur, Sayang, disuruh Mama.” Karena kamu udah belajar dari
pengalaman sebelumnya, kamu engga langsung percaya. Dan... kamu typing lagi tuh, “Hmm, mana selfie-nya? Coba
kirim ASAP. No pict = hoax.”
Hmm, kalau gitu kan bisa divalidasi jawaban pacarmu
yang lagi LDR itu. Aman. Dijamin engga lama, kamu bakal berubah status: jadi
jones lagi. Hehe.
Ada banyak lagi suka-duka dari sebuah hubungan
LDR. Namun, untuk malam ini cukup itu dulu. Yang jelas, menurut penglihatan dan
pengamatan penulis, seorang yang lagi LDR itu engga pernah jauh sama yang
namanya gadget. Entah smartphone, tablet, laptop, dan juga
terpenting, beserta charger atau powerbank-nya. Ya, setidaknya berkaca
pada rekan penulis yang lagi LDR ini.
Anyway, LDR sama yang beda beratus atau beribu kilometer
mah itu udah biasa. Teknologi sanggup mendekatkan. Dan... barangkali engga susah-susah
amat. Nah, yang susah itu LDR-an sama seseorang di masa depan. Kayak kamu, iya,
kamu, yang lagi baca postingan ini sekarang, yang LDR-an sama someone yang kini belum jelas berada di
mana.
Gimana, engga
aus itu hati? Udah berapa ribu malem minggu dilewatin sendiri?
As a final
point, LDR adalah salah
satu jenis hubungan untuk mengetahui apakah itu beneran cinta, serius, ataukah
hanya berkedok kedekatan fisik belaka. Katanya, mereka yang bersungguh-sungguh, tak pernah memasang komitmen dengan ragu-ragu.
Semoga kamu, yang lagi LDR-an saat ini,
dilancarkan dan dipercepat menuju pelaminan. Kan so sweet tuh, tetiba dia bilang, “Aku mau cuti tiga bulan. Aku
engga mau rencanaku meminangmu berantakan. Aku besok ke kotamu, tunggu aku.”
Saking senengnya, kamu langsung beresin draft
skripsi dalam hitungan jam, dan perlu dicatat, tanpa revisi. *kan lagi berbunga-bunga ceritanya
Oh ya, semoga kamu juga, yang masih single dan lagi buka oprec, sering-seringlah berdoa, “Tuhan,
kalau ada yang dekat, tolong berikanlah aku jodoh yang dekat. Minyak dunia kan
engga pasti turun terus harganya. Aamiin.”
____
Yap, itu tadi pengobat kerinduan dan penebus janji
yang sudah ditunaikan oleh penulis. Kalau ada cerita lain mengenai keseruan dan
kesenduan mengenai LDR, boleh banget lho tinggalkan jejak di kolom komentar.
Pakai anonim juga gapapa, bisi pemalu atau alay nama akun google-nya.
Seperti biasa, tulisan di atas adalah hasil
tinjauan pustaka beberapa sumber. Bisa dari laman internet, buku populer di
samping tempat tidur, lagu favorit, hingga pemikiran penulis sendiri. Bila ada
yang kurang berkenan, ya mohon dimaafkan. Salam berkarya!
(IPM)
Bandung, Mei
2015