Beberapa
hari lalu, seorang sahabat bercerita panjang lebar mengenai ayahnya. Tentu, dia
akan membumbui dengan berbagai ekspresi dan emosi yang berlebih. Tak mengapa, memang seperti itu bukan ciri
khas dari wanita?
Dalam
satu episode kisahnya, dia menggambarkan bahwa ayahnya adalah sosok yang serba
tahu. Meskipun background
pendidikannya teknik, bekerja sebagai birokrat di departemen pemerintahan,
sibuk mengurus proyek ini-itu, tetapi selalu meluangkan waktu ketika anak
perempuannya butuh.
“Kakak,
Ayah kemarin belajar tentang apa itu offshore,
drilling, refinery, hulu, sampai proses hilir, biar nyambung kalau nanti kita
ngobrol,” katanya, saat anak perempuannya diterima kerja praktik di area
perminyakan.
Selesai
dengan topik tersebut, kemarin malam, Nona D membagi kekagumannya padaku
tentang sosok pria paruh baya yang dia panggil dengan sebutan: Ayah. Sudah
pasti, dia akan berbicara dengan semangat mendongeng apa yang sudah diakukan
ayah kepadanya.
“Kamu
tahu, ayahku itu strong banget. Beres
bekerja, meskipun letih dan lelah, dia tanpa mengeluh menjemputku dari kampus.
Belum lagi bila ibu juga minta dijemput di tempat lain, selesai aku di-drop, maka ayah akan tancap gas lagi,”
ujarnya, tampak di matanya bersinar selesai bercerita.
Kupikir,
sembari bertanya-tanya: Apakah seluruh
ayah di dunia, yang jumlahnya berjuta, sebegitu sayang dan baik kepada anak
perempuannya?
Aku
membuka portal internet malam ini, membaca beberapa artikel, dan sampailah pada
laman yang membahas kehidupan salah satu pesepakbola tersukses pasca gantung sepatu: David Beckham.
Singkat
cerita, pasangan Beckham dan Victoria dianugerahi empat orang anak: Brooklyn (15), Romeo (12), Cruz (9), dan...
Harper (3). Harper adalah anak perempuan semata wayang di keluarga Beckham, juga yang paling kecil, sebab
ketiga anak sebelumnya seluruhnya lelaki.
Ada
yang menarik ketika kumasukkan keyword
‘Beckham and his daughter’ di search enginee google. Secara otomatis,
beratus gambar mengenai kedekatan ayah-anak ini begitu rapi diabadikan dalam
bingkai foto. Berikut beberapa potret yang menurutku kian menyentuh.
Setelahnya,
aku sadar, mengapa sahabatku, W, dan Nona D, begitu sangat mengagumi sosok ayah
mereka. Mungkin, adik perempuanku juga melakukan hal yang sama. Namun sayang,
ayah kami telah tiada hampir satu dasawarsa lalu. Tak mengapa, skenario Tuhan selalu
indah pada akhirnya. Itu prinsip kami, dan kami memegang kata percaya.
Kini
bagiku, semakin tak heran jika sosok ayah menjadi ‘hero’ bagi anak perempuannya. Bahkan katanya, dad is a daughter’s first love. Dalam keluarga pun, banyak ditemui
bila seorang anak perempuan cenderung lebih dekat dan akrab kepada ayahnya. Ya,
mungkin bersebab alasan-alasan di atas.
Karena setiap ayah, pasti ingin
memberikan yang terbaik untuk anak perempuannya.
Aku
menuliskan ini dari hasil memerhati sekali waktu. Aku pun belum pernah
mengalami, bagaimana menjadi seorang ayah, bagaimana menyayangi anak perempuan
darah dagingnya, serta bagaimana menjadi the
one yang dikagumi dalam keluarga.
Maka,
apabila ada tambahan cerita mengenai bagaimana sosok ayahmu di matamu, wahai
perempuan, silakan tuliskan di kolom komentar. Itu pun bila kamu bersedia. Jika
ada lebih-kurang, aku memohon maaf. Salam berkarya!
(IPM)
Bandung, Mei 2015