Kamu
pasti masih mengingat saat aku berkata akan mempelajarimu. Iya, belajar.
Belajar tentang apa saja yang berhubungan denganmu.
Bila
kamu menyukai perihal ini, aku akan mencari tahu segala likunya. Lain hari,
jika kamu menarik minat pada hal lain, aku pun akan menjelma detektif yang
mengikat segala faktanya. Aku selalu penasaran tentang apa yang kamu suka.
Pernah
kamu bercerita bahwa Negeri Gajah Putih ialah destinasimu yang ingin dikunjungi
tahun lalu. Semenjak kabar itu terselip di kontak media sosialmu, aku langsung
buru-buru mencari informasi, kiranya tempat apa yang harus kamu datangi saat
berangkat ke sana.
“Kamu
harus cobain ke tempat ini deh. Rekomendasi dari pengalaman orang-orang yang
pernah ke sana. Bagus, kata mereka,” saranku kepadamu dan ketika kamu
mengiyakan, aku tetiba senang bukan kepalang.
Tak
berhenti di sana. Setiap ada hal baru yang kamu wacanakan kepadaku, selalu saja aku
ingin tahu apa maksudnya. Ingin sekali aku mengerti tentang segala yang meruak dalam
dirimu. Meskipun kamu perempuan, dan sudah rahasia umum jikalau laki-laki tak
mungkin bisa memahami segala tingkah laku perempuan, tapi aku mau berusaha.
“Mengapa
kamu mau repot-repot mempelajariku?” tanyamu.
“Aku
ingin tahu, selalu ingin tahu. Bukankah cinta itu harus seperti ini, berusaha
memahami dengan cara terlebih dahulu mempelajari?” aku menjawabnya perlahan.
Kamu
hanya tersenyum.
Kemudian,
setelah hening itu lewat, ada satu kalimat darimu yang sampai kini aku masih
tak bisa lupa, “Yuk saling mempelajari bersama-sama!”
(IPM)
Surabaya, Juli 2015