Merahasiakan yang Paling Rahasia

December 31, 2018




Tepatnya kemarin saat kamu bersambang lewat tulisan kepadaku. Seorang teman masa lalu, yang dulu pernah berjalan beriringan bersama. Tak ada yang lebih ironi dari kata ‘pernah’, seperti yang terlukis di sana.

Bertukar kabar hanyalah tindak formalitas untuk mengurai kecanggungan. Memang benar, kebiasaan yang terhenti takkan pernah sama bila diulangi kembali. Pasti muncul satu keengganan, ketaknyamanan, atau pula ketidakinginan untuk mencoba lagi, selayaknya kini.

Dari banyak basa-basimu, ada satu yang terngiang tak mau pergi, “Aku suka membaca tulisanmu. Sangat jelita. Namun, alangkah lebih baik, bila bisa memberi manfaat. Tak sekadar menghibur sesiapa.”

Lentik jemarimu yang menuliskan. Tapi anehnya, aku masih bisa mendengar nadamu seakan berbicara. Intonasi yang dulu khas hinggap di telinga.

“Aku usahakan nanti ada nilai di dalamnya, seperti permintaanmu,” datar pungkasku.

“Satu lagi, boleh aku minta sesuatu? Sudihkah kau menyisipkan hadirku di karyamu?” kini kamu mengucap pinta, yang kutebak bila tak dikabulkan akan meruakkan masalah. Ya, seperti anak kecil yang menangis jika tak dibelikan boneka.

“Berkunjunglah lagi lain waktu. Akan kubuatkan kamu satu, tapi bacalah,” sahutku melanjutkan, “Tenang, namamu takkan tersurat. Bukankah seperti ini akan jauh lebih indah, tak ada orang lain yang memaknai selain berdua?”

Merahasiakan, yang paling rahasia.
(IPM)

Surabaya, 2018
#Ilustrasi diunduh dari sini

Followers