Kamu
kukenal sebagai pembangkang. Tak taat aturan. Kamu sering sekali memaksa
keadaan untuk selalu berpihak padamu. Awalnya, aku mengira kamu adalah sosok
kepala batu, yang tak mengerti makna perkataan ‘jangan’.
Segala
urusan selalu kamu lawan arusnya. Dari mulai akademik, keorganisasian, hingga
kehidupan cintamu senantiasa kamu tantang takdirnya. Kamu dengan mudah, atau juga setengah
tak peduli, gemar mencoba ‘cara baru’, meskipun beberapa di antaranya gagal
total.
“Ya,
seenggaknya aku sudah coba. Jadi enggak penasaran lagi,” katamu saat kejatuhan
bersambang.
Temanmu
bercerita ialah aku. Yang merupa sahabat, yang mewujud orang terdekat. Sering
kamu berkisah tentang bagaimana dunia menelanmu bulat-bulat, dimuntahkan, serta
dicecar kembali. Namun, kamu ya kamu, tetaplah pembangkang.
Satu
hal yang paling berkesan darimu ialah perihal asmara. Kamu itu berbeda. Kamu
selalu tidak percaya bahwa cinta itu tak
harus memiliki. Kamu yakin, ketika seseorang tengah jatuh hati, berarti ia
harus memilikinya.
“Tapi
kan ada tuh yang pada akhirnya tak juga bersama?” aku menyanggah.
“Pasti
ada. Tapi itu bersebab mereka tak memperjuangkan cintanya lebih keras, lebih
giat, lebih gila lagi,” jawabmu sekenanya.
Perjuanganmu
ini bukan main-main atau tidak serius. Ketika dia yang kamu suka tidak
menunjukkan hal yang sama, kamu berusaha mendapatkannya. Banyak sekali cara
kamu jalankan. Dari yang biasa saja, sampai yang membuatku geleng-geleng tak percaya.
“Apa
kau gila? Kan banyak perempuan lain di luar sana!”
“Dia
beda. Dan, sesuatu yang dapatnya susah, biasanya juga hilangnya susah,”
peribahasa macam apa itu, kukira kamu mengarangnya sendiri. Seorang yang
kasmaran selalu punya bahan pembenaran.
Sampai
detik ini, sampai hari ini, kamu masih di sana. Memperjuangkan dan tetap
menjadi pembangkang untuk menaklukkan perempuan idamanmu.
“Aku
akan coba lagi, sampai lelah,” pungkasmu tipis.
Kamu
pasti tak tahu, bilamana doaku dalam diam untukmu ialah satu: semoga kamu cepat lelah… dan berpaling.
Coba lihatlah sekelilingmu, orang
terdekatmu. Terkadang, yang jauh adalah tanda bahwa ia bukan milikmu. Serta,
yang dekat merupa sebaliknya, sengaja diciptakan teruntukmu, hanya saja kau belum
juga menyadarinya.
Kamu, bila ternyata akulah tulang
rusukmu itu, lantas bagaimana?
(IPM)
Anyer, 2019
#Ilustrasi
diunduh dari sini