Kamu sedang dirawat. Atau, barangkali tengah berbaring
lunglai di atas kasur panjang berseprei putih. Selimut kusut, tanda beberapa
kali kamu bergerak ke kanan, ke kiri. Katanya, sakit itu dari pikiran. Kamu
tentu tak langsung mengiyakan.
Karena bagimu, sakit ialah tanda bagi raga untuk
diistirahatkan, pikiran ditenangkan, juga rohani yang ditundukkan, sebab selama
sehat sering alpha bersyukur kepada
Tuhan. Ternyata, banyak juga yang bisa direnungkan ketika sakit.
Tetesan infus memberi ritme. Satu. Satu. Satu. Kamu
mulai menghitung. Detik jarum jam bisa digantikan oleh tetes itu. Cukup
khawatir kulihat matamu memperhatikan. Kadang mengarah ke jendela, lain waktu menaruh
perhatian ke layar gawaimu.
Ada yang sedang
kamu tunggu.
Memang benar, tak ada yang lebih menjemukan dari
menunggu. Kegiatan yang seakan menghentikan waktu, atau juga membuatnya
melambat. Detik seperti menit, mengisyaratkan sesiapa untuk berpikir ini-itu,
yang justru sebenarnya tak perlu.
Menu sarapanmu telah lenyap. Lahap sekali kamu santap
setiap sajiannya. Tak manis. Tidak asin. Apalagi pedas atau asam. Hidangan di
tempat ini memang selalu tawar, seakan mendorong penghuninya untuk segera
sembuh dan keluar. Merasakan rasa, yang tak hanya sekadar ada: hambar.
Entah mengapa, suhu ruangan tetiba lebih dingin. Apa
bersebab mesin pendingin yang rusak, atau keringatmu yang menambah khawatir itu
meruak tumpah. Sepertinya poin kedua yang jadi gara-gara.
Apa yang kau
khawatirkan?
Dia. Siapa
lagi? Dia yang sedari pagi bilang akan ke sini. Dia yang tak pernah tahu
aku di mana tapi berniat mencari. Dia yang dengan gigihnya berkata, “Tenang,
aku paham cara menemukanmu.”
Matahari meninggi. Beberapa acara televisi yang tak
menarik lagi dinanti, merengek minta dikasihani. Drama politik sudah meruah di
batinmu. Tidak atraktif lagi. Sembari membunuh cemas, kamu menegak air putih
dan coba memejamkan mata. Menidurkan raga yang sebenarnya susah.
Selang waktu. Seorang perempuan masuk ke kamarmu.
Perawat favoritmu. Perawat yang kamu khawatirkan sedari pagi. Ialah ia, perawat
berasma: Dia.
Kamu tersenyum.
Aku terka, kamu akan sembuh lebih cepat.
(IPM)
Anyer, Juli 2019
#Ilustrasi
diunduh dari sini