Berbicara denganmu
tak pernah semengalir ini…
Tentu, bukan momen kemarin saja
aku merasakan hal yang serupa. Kali lain, termenung sanggup aku dibuatmu. Magis
macam apa yang kuasa menyulapku untuk merapat, berhenti dari segala penat, dan
akhirnya bercerita.
Dunia sedang sakit, pungkasmu membuka
pintu. Namun, kita harus tetap sehat,
sergahmu.
Di saat segala sesuatu berawal
dan berakhir di rumah, rekan berkisah, tampaknya sangatlah mewah kehadirannya.
Walau topik tak banyak berarti, tapi menumpahkan segala isi kepala, bisa jadi
merupa candu dan penyembuh.
Candu, sebab merupa
tagih. Penyembuh, karena mewujud pelipur
sepi.
Pernah satu waktu kamu menyeduh
teh. Celupnya kamu taksir perlahan-lahan, membuatnya pekat dan khidmat. Cangkir
lempung itu, beradu aroma dengan uap
dari air panasmu. Kulihat dari layar gawaiku, setiap barang semenit kamu tiup
seduhannya, sebelum kembali diseruput hingga tak bersisa.
Reka video call macam itu, seringkali tercipta di akhir malam. Sembari
mengeluh akan WFH yang nyatanya jauh lebih lelah, dibumbui luap umpatan khas
milenia, hingga berujung dengan scene
tertawa bersama. Kelucuan paling hakiki,
katamu, saat kita sanggup membercandai
diri sendiri.
Berbicara denganmu
tak pernah semengalir ini, barangkali hal itu yang perlahan mulai kusyukuri…
(IPM)
Idham
PM | Sketsastra 2020