Terkadang, kamu hanya cukup diam dan menunggu…
Di belakang kemudi, kamu mulai bosan menanti
berputarnya roda kendaraan di depanmu. Jalanan pagi, seharusnya segar dan
indah, nyatanya lebih sering menyajikan sisi terburuknya. Perlintasan rel
kereta di titik itu, mungkin selalu jadi biang keladinya. Macet, berhenti
total, lebih dramatis, jalanan mungkin telah mirip lajur parkir saja.
Lokomotif kereta yang ditunggu batang hidungnya,
lama sekali menampakkan diri. Momen ketika menunggu seperti ini, selalu menimbulkan
cemas. Ada saat di mana kamu pasti menebak, dari arah manakah kereta akan
lewat. “Pasti dari kiri, dari Stasiun Lama itu…” Dan, beberapa detik berlalu,
nyatanya bukan dari sana kedatangannya. “Ah, arah sebaliknya. Sial!”
Sementara, hanya setengah probabilitasnya secara
matematis, tapi yang namanya menebak, ada saja peluang untuk salah. Padahal, bisa
pula kamu tak perlu berandai dari arah mana, kereta itu toh pasti juga akan lewat. Kamu cukup hanya menanti. Diam saja. Tak
perlu gusar lebih jauh ingin tahu.
Terkadang, kamu
hanya cukup diam dan menunggu untuk seseorang yang pasti datang. Sebab, dua
orang yang saling mencari, seringkali justru terlampau sulit bertemu di satu
sisi.
(IPM)
Idham PM | Sketsastra 2020
#Ilustrasi
diunduh dari sini.