Jalan seseorang mengekspresikan perasaan itu berbeda-beda…
Kuperhatikan, kamu mulai terbiasa memanggil dia dengan berbagai sapaan. Mulai dari yang kebarat-baratan, misalnya Dear, Sweetheart, Honey, Sunshine, yang kamu bercerita padaku bahwa sebelumnya pasti kamu meriset dahulu. Hingga ucap lainnya, selaksa sebutan yang lazim dituturkan oleh sepasang yang tengah beromansa. Hampir pasti, itu bukan sekadar kata-kata, melainkan bagaimana kamu memperlihatkan pada dia bahwa sosoknya itu spesial.
Lain
waktu, bukan panggilan itu yang kamu tulis untuk membuatnya istimewa. Melebihi apa yang
dia terka, yup, dia kini merupa tokoh dalam alinea-alineamu. Paragraf
yang tak terlalu berliku nan panjang. Kumpulan
frase yang sebenarnya hanya mengulang apa yang dia lakukan. Tentu, dengan sedikit
bumbu racikanmu.
“Mengapa
kamu melakukan itu?” tanyanya, dan kamu hanya tersenyum.
Memang,
kalau boleh kucermati, kamu termasuk pribadi yang ekspresif, meledak-ledak,
atau bahkan terbahak-bahak. Seringkali juga, obrolan-obrolan itu bermulai dan
bermuara darimu. Dia akan mengikuti, sesekali pula terpancing dan mengurai
arah-arahnya menjadi dalam dan bermakna. Namun, justru lebih banyak, kalian berdua akan
berhenti untuk tertawa. Tergelitik mengenai percakapan kalian yang cuma-cuma.
Sosoknya melengkapimu. Meski kamu
dengar dirinya bersaksi bahwa tak seekspresif dan seramai itu. Namun, cara dia
mengungkapkan nyatanya berbeda. Dia kurasi beberapa tembang yang menjadi
pilihan suasana hatinya. Saat menggebu. Ketika membuncah rindu. Atau, waktu dia
teramat ingin mengutarakan sesuatu. Lagu darinya kamu simpan. Dia tak tahu,
diam-diam, mereka merupa playlist di Spotify-mu.
Kuulangi, jalan seseorang
mengekspresikan perasaan itu berbeda-beda. Misalnya, via sapaan, melalui alunan, lewat tulisan, atau candaan-candaan yang barangkali tak layak tayang. Ups, kalianlah
yang tahu.
Jakarta, Juni 2024
#Ilustrasi diunduh dari sini