Dia sedang membuka beberapa kanal Youtube favoritnya. Tentu bukan tentang siaran bola, atau juga cuplikan klip video musik 2000-an, masa di mana tembang-tembang menjadi kian everlasting, tak terpaut masa. Yup, dia tengah mengamati betul beberapa chef yang beraksi di island sebuah dapur. Penuh fokus. Lanjut menyaksi terus.
Kalau
sajian yang dimasak penayang cukup sederhana, dia barangkali hanya memerhati.
Sedikit mengangguk tanda mengerti, atau pula siap untuk mempraktikkan resep itu
di kemudian hari. Namun, kala hidangan yang diracik cukup rumit, tak segan jari
lentiknya mencari-cari kertas dan pensil kayu. Semacam wartawan atau notulen
yang siaga menulis ini-itu.
Tentu, kamu tidak akan
mengusiknya. Mulai varian baking, oseng, tumis,
goreng, kukus, rebus, hingga presto, kalau dia memang ingin beratraksi, bukan
tidak mungkin untuk diladeni. Wanitamu, dengan segala kegemarannya itu, sepaket
yang istimewa, bukan?
Akan
tetapi, barang saja nanti, saat dirinya telah mengumpulkan niat untuk terjun di
meja raciknya. Dengan berbekal lengkap bumbu dan alat-alatnya, kadangkala ada
was-was yang membuncah.
“Mau atraksi apa lagi nih
kamu?” gelitikmu padanya.
Namun,
jujur, hampir tak pernah gagal di setiap trial yang dia tunaikan. Nikmat. Umami.
Kalau dipikir, entah karena kamu tak bakat menjadi juri, atau memang kudapan
buatannya selalu pas di lidahmu itu, sampai kini kau pun tak tahu. Selalu habis
pula kau lahap apapun di setiap piring sajinya. Tak bersisa.
***
Hari ini dia menjajal sesuatu di
meja rampainya. Sudah sedari pagi buta. Kuintip, ada beberapa bola-bola kecil
berisi kacang hijau dengan wijen-wijen menyelimuti di sana. Beberapa telah matang, beberapa lain siap terjun ke
penggorengan.
“Hmmm,
teruslah meramu. Tenang, aku selalu
siap merupa kelincimu.” []
Jakarta, Juni 2024
#Ilustrasi
diunduh dari sini