Katamu, seseorang akan selalu menanti kabar dari
yang dikasihi…
Sikapmu yang serba tidak ingin tahu perihal orang lain nyatanya tak berlaku saat ini. Entah mengapa, seringkali kamu menanti mendapatkan kabar darinya. Tentang perkara kecil. Semisal, apakah keadaan dia sehat dan baik saja, bagaimana dunia hari itu memperlakukannya, atau sekadar berkirim notifikasi bahwa dia sudah berlalu dan kembali ke rumah.
Memang
betul, dia telah berhasil mencambuk kuriositasmu. Sedari tak acuh, tak mau
tahu, tak peduli, hingga merupa mencari kabar tentang keadaan dia terkini. Berusaha jua kamu
pastikan dia dalam keadaan baik. Tanpa alpha. Tanpa kurang satu pun.
Namun,
pagi itu, dia sekelebat lenyap. Dering ponselnya tak bernada. Tulisan pesan
singkatnya pun kabur tanpa alinea. Dia yang kamu nanti, tak kunjung segera
menampakkan diri.
Kamu
mulai mencari informasi, memeluk tanda tanya yang setiap jam bertambah pula jumlahnya.
“Apakah dia tidak fit? Apakah dia sedang dihadapkan pada suatu yang menghimpit?
Apakah dia tengah sesibuk itu?” Banyak ragumu yang mewujud kekhawatiran semu.
Selang
sekian momen, frase singkat darinya menyajikan konfirmasi. Respon yang singkat
tapi jelas. Feedback yang ringkas tapi menenangkan. Kalimat yang berintisari
bahwa dirinya baik tanpa ada kurang. “Syukurlah,” pungkasmu.
Perhalan,
sebelum malam menggulung lembar hari, lambat saja kamu berpikir. Berkontemplasi.
Hmm, barangkali dirinya telah menjadi satu bagian penting di harimu, di
pikiranmu, di hatimu, di hidupmu, yang kamu khawatirkan apabila tak ada, yang
kamu peduli tentang keutuhannya.
Katamu, seseorang akan selalu menanti kabar dari
yang dikasihi. Karenanya, esok, mari saling berkabar lagi…
Jakarta, Juni 2024
#Ilustrasi diunduh dari sini