Sudah sedari lama kamu bercita-cita tentang tatap muka pertama. Bahwasanya, telah berkali pula kamu membayangkan akan sebagaimana jadinya berpandang langsung dengan dia. Momen itu, kala jumpa, nyatanya hadir tanpa cela.
Memulai harimu dengan gulita, mobil biru pun telah membunyikan klakson pertanda siap untuk berkelana. Kamu menarik
kopor hitam pekatmu, sedemikian cepat hingga tak terasa duduklah kamu di kuda besi itu.
Armada yang akan membawamu barang sekejap, merayapi ruang waktu mengarah
titik tuju.
Suasana akhir pekan di Kota AB tampak hingar-bingar. Tak jauh beda dengan tempatmu, yang selalu kamu ceritakan
bagaimana stuck-nya, panasnya, serta emosinya para pengendara kala menanti
padamnya lampu merah.
Sore itu, atau barangkali
menjelang malam, detak jantungmu berdebar tak seperti biasa. Ada gugup dan pengharapan yang buncah tidak kenal
arah. Terdapat momen di
mana kamu duduk, tapi ujung matamu selalu ingin tahu dari mana nanti rute dia akan tiba.
Dia
sedikit mengagetkanmu. Canggung. Sungging senyum. Serba salah tingkah. Antara bersalaman,
atau menegur pelan, semuanya gamang. Namun, itu hanya sekelebat. Hingga kamu
mengajaknya beranjak untuk mencari satu tempat.
Pan & Co, namanya. Tidak
ramai. Tidak pula sepi. Cukup, untuk sekadar menatap dan berbagi tawa pertama. Fluffy pancake
khas Jepang, salad ber-topping, serta sepasang minuman, menemani jumpa perdana
kalian. Tak butuh waktu
lama untuk cair, karena setiap malam kamu dan dia selalu berkisah mengalir.
Tawa, sesekali serius, kemudian
dibungkus canda kembali, adalah ritme kala jumpa itu. Diganggu dan dilirik petugas kasir sinis pun, tak
merupa soal baginya, terlagi bagimu.
Hmmm, dia tak tahu, bagaimana
kamu bersyukur akan hadirnya. Dia tak tahu, sesekali kamu menyelinap dan membingkai
tiap cantik tawa manisnya. Dia juga tak tahu, diam-diam hatimu berpengharapan seraya
berdoa,”Tuhan, she’s the one, mudahkanlah...”
Jakarta, Juli 2024
#Ilustrasi diunduh dari sini